Seorang penonton di acara rekaman KA menulis di blognya bahwa saya “mengusir” yang bersangkutan dari studio. Dalam tulisannya, penonton tersebut lalu menghakimi saya dengan sederet “dosa” yang saya perbuat pada saat itu. Termasuk penilaian atas pribadi saya.
Pada mulanya, saya enggan menanggapi dan juga meminta teman-teman di tim KA untuk tidak memberi tanggapan. Namun melihat perkembangan yang ada, maka ijinkanlah saya menjelaskan duduk perkara versi saya agar Anda mendapatkan gambaran yang lebih utuh atas insiden tersebut.
PERTAMA, dalam rekaman dengan topik “Ancaman Seks Bebas di Kalangan Remaja” malam itu, penonton tersebut bukan penonton yang diundang langsung oleh Tim KA, melainkan penonton yang diundang oleh Ibu Elly Risman, salah satu narasumber kami saat itu.
Selama ini kepada setiap penonton KA yang akan hadir dalam rekaman, kami selalu menyampaikan lebih dulu topik yang akan diangkat, siapa saja narasumber, dan apa tujuan diangkatnya topik tersebut. Hal ini sudah kami lakukan hampir lima tahun sebagai aturan baku guna menghindari kesalahpahaman. Artinya jika ada yang kurang sreg dengan topik yang diangkat, maka dia bisa membatalkan kehadirannya. Hal itu juga dilakukan untuk menghindari adanya anak-anak yang dibawa orangtuanya untuk menonton topik yang tidak tepat.
Dalam konteks ini, mungkin penonton tersebut tidak mendapat gambaran yang jelas atau utuh tentang topik dan tujuan diangkatnya topik tersebut. Pada hari itu. Hal ini diperkuat dari pengakuannya di blog, bahwa dia hadir tanpa direncanakan, melainkan atas desakan Ibu Elly.
Pada rekaman malam itu, pengamanan bahkan lebih kami perketat dengan membatasi hanya mahasiswa dan orang dewasa yang boleh hadir di studio. Remaja SMA ke bawah dilarang. Komitmen tersebut dijalankan dengan baik malam itu.
KEDUA, pada setiap topik kami bagi dalam enam segmen. Setiap segmen berisi pesannya masing-masing. Biasanya konklusi atau pesan moral yang akan disampaikan, diutarakan di segmen lima dan enam. Segmen awal biasanya untuk mengungkapkan fakta-fakta.
KETIGA, pada saat segmen tiga berakhir, dimana saat itu narasumber yang tampil adalah remaja pria (19 tahun) yang terjerumus dalam seks bebas dan bahkan seks komersial, tiba-tiba Ibu Dewi Motik yang hadir sebagai penonton yang diundang oleh Ibu Elly Risman melakukan interupsi. Dia mengatakan dia dizolimi dengan kehadiran anak remaja tersebut sembari menegaskan dia datang ke acara KA untuk mendengarkan Ibu Elly, bukan mendengarkan pernyataan narsum tersebut.
Karena Ibu Dewi Motik (yang datang terlambat) berkali-kali menyatakan dia telah dizolimi, maka saya mempersilakan Ibu Dewi untuk meninggalkan studio jika dia merasa tidak nyaman dengan narsum yang sedang saya wawancarai.
KEEMPAT, Ibu Dewi Motik meninggalkan Studio. Lalu tiba-tiba seorang penonton berdiri dan dengan suara lantang menyatakan hal yang sama dengan Ibu Dewi Motik. Dia mengatakan datang ke studio untuk mendengarkan Ibu Elly dan bukan untuk mendengarkan “bualan” remaja tersebut. Kepada penonton tersebut saya menjelaskan agar dalam mengikuti rekaman malam itu sebaiknya melihatnya secara utuh, jangan sepotong-sepotong, agar bisa dipahami. Sebab saat itu rekaman baru berjalan tiga segmen dari enam segmen.
KELIMA, Saya melihat penonton tersebut tetap menunjukkan raut wajah tak senang. Dalam waktu yang terbatas tentu saya tidak bisa menjelaskan secara detail, mengingat saya juga harus memperhatikan kepentingan 500-an penonton lain yang tentu ingin rekaman berjalan lancar dan tepat waktu. Maka, kepada penonton tersebut saya mengatakan jika dia merasa terganggu silakan meninggalkan studio.
KEENAM, saya baru mengetahui begitu banyaknya “dosa” saya di mata penonton tersebut setelah saya membaca tulisannya di blog. Pada saat ybs protes, yang dia persoalkan adalah mengapa Ibu Elly Risman, sahabat beliau, tidak duduk di atas panggung tetapi hanya dijadikan “aksesoris” dengan duduk di antara penonton.
Tanpa sadar, ybs telah merendahkan Ibu Elly dengan pernyataannya tersebut. Seakan Ibu Elly begitu naif untuk mau dipajang sebagai “aksesoris” dalam acara KA, mengingat prestasi dan kepakaran beliau yang sudah kita kenal selama ini. Penonton tersebut juga menyesalkan mengapa Ibu Elly hanya didudukan di kursi penonton dan cuma ditanya singkat.
Kesimpulan yang tentu terlalu dini, mengingat acara baru berjalan tiga segmen dari enam segmen yang direncanakan. Dalam rundown yang kami siapkan, Ibu Elly sudah diplot untuk berbicara di tiga segmen (2, 4, dan 6). Hal ini juga sudah diketahui dan disetujui oleh Ibu Elly, bahkan dalam briefing sebelum rekaman, poin-poin apa yang akan disampaikan pada setiap segmen sudah didiskusikan dengan Ibu Elly. Termasuk tempat duduk Ibu Elly diantara penonton. Soal format tempat duduk bagi narsum ahli diantara penonton, sudah lima tahun lamanya dilakukan di KA. Saya mencoba memahami mungkin penonton tersebut belum pernah menonton KA sehingga tidak mengetahui format ini. Atau mungkin terlalu bersemangat mendukung Ibu Elly.
Pada saat penonton tersebut protes soal ini, Ibu Elly baru berbicara satu segmen. Saya hanya tersenyum membaca tulisan ybs di blognya bahwa setelah dia protes, baru Ibu Elly kami beri porsi bicara cukup banyak. Ibu Elly tentu bisa menjelaskan hal ini karena beliau mengetahui bahwa sejak awal beliau memang sudah diplot untuk tiga segmen. Ini jumlah yang banyak mengingat biasanya pakar yang tampil di KA mendapat porsi dua segmen saja. Karena penonton tersebut katanya juga seorang broadcaster yangpernah belajar televisi di Amerika, tentunya juga paham bagaimana sebuah rundown acara televisi disiapkan.
KETUJUH, penonton tersebut juga mengaku tidak sudi diperintah untuk tepuk tangan bagi sesuatu yang menurut dia harusnya ditangisi. Jujur saya baru tahu soal tepuk tangan ini menjadi persoalan dari tulisan ybs di blognya. Pada saat di studio, masalah ini sama sekali tidak diucapkan sebagai alasan keberatan.
Jika saja ybs tidak emosional dan mengikuti rekaman dengan kepala dingin dan berpikiran positif, maka dia dapat memahami tujuan tepuk tangan. Selama ini tepuk tangan di KA biasanya diberikan ketika narasumber memberikan pernyataan yang perlu mendapat penghargaan atau dukungan.
Dalam konteks rekaman malam itu, di ujung segmen remaja putri yang jadi narsum mengatakan dia menyesali apa yang sudah terjadi pada dirinya dan dia berjanji untuk meneruskan sekolahnya guna menggapai cita-citanya. Begitu pula halnya remaja putra yang jadi narsum, ketika ditanya oleh Ibu Elly apakah dia menyesali perbuatannya, maka dia menyatakan menyesal. Di situlah peran tepuk tangan diletakkan pada konteksnya. Jadi, pernyataan penonton tersebut mengatakan “mengapa dia harus bertepuk tangan untuk berita yang kami tangisi”, mungkin perlu diletakkan secara proporsional.
KEDELAPAN, dalam blognya, penonton tersebut mengatakan dia “Saya juga meminta Andy untuk lebih memberi ruang kepada Ibu Elly sebagai peringatan kepada masyarakat, terutama kepada anak-anak, agar tidak melakukan kesalahan yang sama”. Perlu saya tegaskan, dalam rekaman yang saya coba putar kembali, pernyataan semacam itu tidak ada sama sekali. Waktu itu semua berjalan sangat cepat. Yang ada hanya ucapan lantang penonton tersebut bahwa dia ke studio untuk mendengarkan Ibu Elly, bukan mendengarkan pernyataan (dalam blognya disebut “bualan”) narsum remaja putra tersebut. Jadi sebaiknya jangan ada dusta diantara kita (hehehe maaf menyitir syair lagu).
KESEMBILAN, penonton tersebut menuduh “semua pertanyaan2 hanya memancing jawaban yang seolah-olah memberikan pesan bahwa Seks bebas adalah sesuatu yang lumrah bagi remaja.” Untuk tuduhan ini, biarlah masyarakat penonton nanti yang menilai pada saat acara ini ditayangkan.
KESEPULUH, penonton tadi menuduh KA tidak melindungi kedua narsum remaja tersebut. Sekadar info, ini bukan pertama kali KA menghadirkan narsum yang identitasnya harus kami rahasiakan. Untuk kedua remaja itu, pengamanan yang kami lakukan bahkan berlapis. Pertama, sebelum meminta kesediaan mereka untuk menjadi narsum, kami menjelaskan kpd mereka tujuan dari topik yg hendak diangkat. Kedua, meminta persetujuan mereka. Ketiga, menyamarkan wajah mereka dengan topeng dan rambut palsu. Keempat, menggunakan nama samaran. Kelima, dalam post production, sebelum ditayangkan, suara narsum akan disamarkan juga.
Masalah nama. Sebelum rekaman kedua narsum setuju menggunakan nama samaran mereka sendiri, yang mereka pakai saat menjalankan profesi sebagai pekerja seks komersial. Namun menjelang rekaman, atas inisiatif saya, saya meminta kepada Tim KA agar nama samaran itu disamarkan lagi dengan panggilan “Bunga” dan “Justin”.
Karena keterbatasan waktu utk mengubahnya saat itu juga, maka Tim KA akan mengubahnya pada saat post production, sebelum ditayangkan. Karena itu, pada saat rekaman, narasi di video tape masih menggunakan nama lama (yang sebenarnya nama samaran juga). Begitu pula ada ucapan narsum dan saya yang keceplosan menyebut nama samaran yang lama.
Sebenarnya jika toh ,diteruskan tidak berisiko. Tapi, kepada penonton yang hadir, saya meminta agar mereka mengabaikan nama yang keceplosan itu, karena dalam penayangan di televisi kami akan memakai nama “Bunga” dan “Justin”
Bahkan untuk meyakinkan niat baik itu, saya bertanya kepada seluruh penonton, “Siapa nama narsum?” Lalu dijawab dengan lantang dan serentak: “Bungaaaa”! dan “Justiiiiin”!. Secara tidak langsung, saya ingin agar diantara kami yang hadir di studio, ada kesepakatan bahwa soal nama menjadi rahasia bersama. Dan saya yakin komitmen ini akan dijaga oleh para penonton yang hadir. Kalaupun ada yang ingkar, maka nama yang keceplosan itu toh nama samaran.
KESEBELAS, masih soal keamanan narsum. Penonton yang marah dan kecewa tersebut masih menuduh saya tidak melindungi narsum karena dia memergoki narsum tadi di depan pintu saat menunggu mobil untuk diantar pulang. Saya berterima kasih atas masukan ini. Lain kali kami lebih berhati-hati, karena bisa saja kami sudah merasa aman, karena penonton semua sudah berada di studio, tapi ternyata ada penonton yang tiba-tiba keluar studio sebelum rekaman usai sebagaimana Ibu Dewi Motik dan penonton tersebut. Ini kejadian di luar perkiraan. Sekali lagi terima kasih atas masukannya.
KEDUABELAS, mengenai joke atau lelucon saya yang dianggap tidak pantas. Saya minta maaf jika itupun tidak berkenan di hati ybs. Dari pengalaman saya sebagai jurnalis selama hampir 30 tahun, tidak mudah membuat narsum (terutama untuk topik yang sensitif atau sulit) merasa rileks untuk menjawab pertanyaan saya.
Karena kabarnya penonton yang kecewa tersebut juga seorang jurnalis, maka tentu ybs sangat memahami hal ini. Saya harus mampu mencairkan suasana agar kedua remaja menjadi santai dan tidak merasa dihakimi di depan penonton. Untuk itu saya melontarkan candaan yang tentu tidak dimaksudkan untuk menghina atau menyakiti hati mereka. Sebab jika penonton yang kecewa tersebut mengikuti dengan seksama perjalanan KA selama hampir lima tahun, maka tentu prasangka itu tidak akan dilontarkan. Tetapi jika itupun salah di mata ybs, ijinkan saya meminta maaf.
KETIGABELAS, penonton tersebut mengatakan KA megangkat topik tersebut “hanya semata-mata mengikuti selera pasar”. Perlu saya jelaskan, topik itu berangkat dari pertemuan Tim KA dan Ibu Elly Risman yang datang ke Metro TV bersama sejumlah pengurus Yayasan Kita dan Buah Hati. Dalam pertemuan itu Ibu Elly menyampaikan kerisauannya atas semakin merebaknya pornografi di kalangan anak-anak dan remaja. Ibu Elly mengharapkan dukungan KA untuk memerangi pornografi di kalangan anak dan remaja.
Gerakan semacam itu sangat sejalan dengan “roh” KA. Maka dari pertemuan itu, lahir komitmen antara tim KA dan Tim Yayasan Kita dan Buah Hati untuk bersama-sama melakukan gerakan perlawanan terhadap pornografi, terutama di kalangan anak-anak dan remaja. Bahkan dalam pertemuan tersebut saya berjanji akan membantu mencarikan dana dan bersama-sama melakukan penyuluhan kepada orangtua murid dan guru di sekolah-sekolah (bahkan KA Foundation sdh mempersiapkan dua tenaga fulltime yang kami rekrut untuk mendukung komitmen tersebut).
Sebagai wujud awal dari komitmen itu, Tim KA lalu melakukan riset untuk mengangkat topik tersebut di KA. Hasil temuan kami, Komnas Anak dan BKKBN baru-baru ini mengeluarkan hasil riset yang mengejutkan: terjadi peningkatan jumlah remaja yang sudah mengakses pornografi pada usia dini. Juga meningkatnya remaja yang melakukan hubungan seks pra nikah. Komnas anak juga menengarai kecenderungan jumlah remaja yang sudah tidak perawan. (Hasil temuan kedua lembaga tersebut sudah dipublikasikan secara luas).
Jadi, dasar diangkatnya topik ini bukan mengikuti “selera pasar”, tapi justru bertujuan mengingatkan para orangtua terhadap ancaman seks bebas pra nikah di kalangan remaja. Tidak terbatas pada remaja putri, tapi juga remaja pria. Karena itu kami juga menampilkan narsum remaja pria juga. Sayang ybs sudah keburu marah dan menghakimi, padahal pada segmen berikutnya ada juga narsum anak dan ibu yang kami tampilkan.
KEEMPATBELAS, dalam wawancara dengan narsum remaja putri, remaja ini menyebutkan ada anggota dua lembaga terhormat yang juga menggunakan jasanya. Pernyataan itu tentu mengejutkan. Saya mempertanyakan dari mana dia yakin bahwa orang-orang tersebut dari kedua lembaga itu. Dia menjawab dari kartu anggota mereka. Saya lalu menimpali bahwa kartu anggota tidak bisa dijadikan bukti karena mudah dipalsukan.
Dalam wawancara, saya selalu mencoba menggali informasi selengkap mungkin. Tapi dalam penayangannya nanti, tentu tidak semua patut atau layak ditayangkan. Ada banyak hal yang akan jadi pertimbangan. Termasuk nama kedua lembaga yang disebut oleh narsum remaja tersebut tentu tidak akan kami tayangkan karena tidak ada relevansinya dengan topik. Namun sangat disayangkan penonton tersebut dalam blognya secara terbuka menyebutkan kedua lembaga tersebut di ranah publik. Jadi, itu di luar tanggung jawab moral kami jika nama kedua lembaga itu sekarang ini diketahui publik secara luas.
KELIMABELAS, pada malam itu, ada penonton dari Yayasan Kita dan Buah Hati mengusulkan (dengan cara yang santun) agar pada waktu ditayangkan nanti, jumlah penghasilan para narsum itu diedit (dihapus), dengan alasan agar tidak mendorong remaja-remaja lain untuk mendapatkan uang dengan cara itu. Dalam rapat evaluasi (sesudah rekaman kami selalu mengadakan evaluasi), usulan itu disetujui. Artinya jumlah penghasilan kedua remaja itu tidak kami tayangkan. Namun lagi-lagi sangat disayangkan di dalam blognya, penonton yang marah dan kecewa tersebut justru secara terbuka mengungkapkan penghasilan kedua remaja tersebut.
Jika ybs benar adalah jurnalis dan broadcaster, tentu memahami cara kerja orang pers/media dimana materi yang kita peroleh dalam wawancara, tidak semuanya patut dipublikasikan. Ada proses editing dan pertimbangan yang harus dilalui. Begitu pula halnya di dalam kebijakan program KA.
KEENAMBELAS, dalam tulisan di blognya, ybs melakukan sejumlah penilaian terhadap saya pribadi. Antara lain saya dituduh karena sudah merasa hebat, tidak siap dikritik/diingatkan. Juga dia mengatakan saya merasa hebat karena sudah menghina dan melecehkan orang lain. Saya juga dikatakan konyol dan secara tidak langsung tidak beradab (karena ucapan-ucapan saya katanya telah melukai orang-orang beragama dan beradab). Untuk yang ini saya enggan berkomentar. Biarlah masyarakat yang menilai.
KETUJUHBELAS, penonton tersebut mengaitkan wawancara saya dengan upaya Metro TV untuk mencoreng wibawa pemerintah. Karena saya tidak memahami korelasinya dan tidak berhak mengatasnamakan Metro TV, maka saya mohon maaf tidak bisa menjawab tuduhan ini. Saya hanya bisa berharap dan berdoa Metro TV tidak menggugat ybs secara hukum atas tuduhan ini karena ybs harus bisa membuktikan tuduhan tersebut.
KEDELAPANBELAS, dalam tulisan di blognya, penonton tersebut mengutip SMS yang dikirim Ibu Elly Risman kepadanya, untuk mendukung semua argumentasi yang dia lontarkan di blognya. Saya sudah bertemu Ibu Elly Jumat malam di Citos, untuk mengklarifikasi SMS tersebut. Sebab bagi saya penting sekali karena Ibu Elly adalah narsum di acara itu yang kredibilitasnya harus saya jaga. Kepada saya dan Tim KA, malam itu Ibu Elly mengaku sudah menyatakan keberatan dan kekecewaannya kepada sahabatnya itu, bahwa pernyataan yang bersifat pribadi (melalui SMS) dikutip untuk memperkuat argumentasi ybs, dan dipublikasikan di ruang publik (melalui blog ybs). Suatu tindakan yang tentu tidak terpuji.
Dalam pertemuan malam itu Ibu Elly juga menceritakan banyak hal dan juga latar belakang dan penyesalannya. Tetapi tentu tidak dapat saya sampaikan di sini, kepada publik, karena saya menghormati privasi orang.
KESEMBILANBELAS, dalam blognya, nama saya ditulis oleh ybs memakai dua versi. Andi F. Noya dan Andy F. Noya. Agar tidak membingungkan, nama yang diberikan orangtua saya yang benar adalah Andy F. Noya.
KEDUAPULUH, dari semua kejadian ini, saya mengambil hikmah yang positif. Pertama, jangan berpikir semua orang yang hadir di KA sudah memahami “roh” KA. Kedua, bagi yang bukan undangan langsung dari Tim KA, tetap perlu diberi informasi tentang tujuan topik yang sedang direkam. Ketiga, jangan “mengusir” orang yang mengganggu acara rekaman KA, walau harus mengorbankan kepentingan 500-an penonton lain di studio. Keempat, saya belajar kalau melihat suatu persoalan, sebaiknya secara utuh baru mengambil kesimpulan. Kelima, saya belajar untuk tidak menulis perasaan saya ketika saya marah. Kelima, dan ini yang paling penting, saya belajar jangan menilai kepribadian orang yang tidak saya kenal sebelumnya, hanya dengan bertemu kurang dari satu jam.
KEDUAPULUHSATU penonton tersebut mengatakan acara molor 2 jam. Mungkin ini pertama kali ybs hadir di acara rekaman KA. Sekadar informasi, sudah lima tahun tatacara rekaman KA ya seperti itu. Tamu mulai berdatangan jam 5 sore. Karena sebagian besar dari luar kota. Sambil beristirahat menunggu rekaman dimulai, tamu akan disuguhi jajanan dan minuman, sembari mendengarkan alunan musik dari band yang sengaja kami undang untuk menghibur. Setengah jam sebelum rekaman dimulai, penonton masuk studio. Sambil menunggu penonton menempati bangku dan persiapan narsum, penonton dihibur oleh band yang berbeda. Kemudian semua hadirin di studio bersama-sama menyanyikan lagu Indonesia Raya (tradisi ini sudah berjalan tiga tahun lebih). Setelah itu, host (Andy F Noya) akan menjelaskan topik dan pesan moral yang ingin disampaikan. Setelah itu rekaman dimulai.
Demikian penjelasan versi saya atas peristiwa “pengusiran” yang terjadi di acara rekaman KA agar Anda mendapatkan gambaran yang lebih utuh. Saya dan Tim KA juga mencoba melihat persoalan ini dari sisi positif, yakni agar kami lebih berhati-hati di kemudian hari.
0 komentar:
Posting Komentar