Biografi Lengkap Seluruh Presiden Indonesia
Presiden Pertama, Ir. Soekarno  (1945-1966)

Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno yang biasa dipanggil Bung Karno, lahir di Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901 dan meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970. Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya Ida Ayu Nyoman Rai. Semasa hidupnya, beliau mempunyai tiga istri dan dikaruniai delapan anak. Dari istri Fatmawati mempunyai anak Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati dan Guruh. Dari istri Hartini mempunyai Taufan dan Bayu, sedangkan dari istri Ratna Sari Dewi, wanita turunan Jepang bernama asli Naoko Nemoto mempunyai anak Kartika.. Masa kecil Soekarno hanya beberapa tahun hidup bersama orang tuanya di Blitar. Semasa SD hingga tamat, beliau tinggal di Surabaya, indekos di rumah Haji Oemar Said Tokroaminoto, politisi kawakan pendiri Syarikat Islam. Kemudian melanjutkan sekolah di HBS (Hoogere Burger School). Saat belajar di HBS itu, Soekarno telah menggembleng jiwa nasionalismenya. Selepas lulus HBS tahun 1920, pindah ke Bandung dan melanjut ke THS (Technische Hoogeschool atau sekolah Tekhnik Tinggi yang sekarang menjadi ITB). Ia berhasil meraih gelar “Ir” pada 25 Mei 1926.
Kemudian, beliau merumuskan ajaran Marhaenisme dan mendirikan PNI (Partai Nasional lndonesia) pada 4 Juli 1927, dengan tujuan Indonesia Merdeka. Akibatnya, Belanda, memasukkannya ke penjara Sukamiskin, Bandung pada 29 Desember 1929. Delapan bulan kemudian baru disidangkan. Dalam pembelaannya berjudul Indonesia Menggugat, beliau menunjukkan kemurtadan Belanda, bangsa yang mengaku lebih maju itu.
Pembelaannya itu membuat Belanda makin marah. Sehingga pada Juli 1930, PNI pun dibubarkan. Setelah bebas pada tahun 1931, Soekarno bergabung dengan Partindo dan sekaligus memimpinnya. Akibatnya, beliau kembali ditangkap Belanda dan dibuang ke Ende, Flores, tahun 1933. Empat tahun kemudian dipindahkan ke Bengkulu.
Setelah melalui perjuangan yang cukup panjang, Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Dalam sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Ir.Soekarno mengemukakan gagasan tentang dasar negara yang disebutnya Pancasila. Tanggal 17 Agustus 1945, Ir Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Dalam sidang PPKI, 18 Agustus 1945 Ir.Soekarno terpilih secara aklamasi sebagai Presiden Republik Indonesia yang pertama.
Sebelumnya, beliau juga berhasil merumuskan Pancasila yang kemudian menjadi dasar (ideologi) Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beliau berupaya mempersatukan nusantara. Bahkan Soekarno berusaha menghimpun bangsa-bangsa di Asia, Afrika, dan Amerika Latin dengan Konferensi Asia Afrika di Bandung pada 1955 yang kemudian berkembang menjadi Gerakan Non Blok.
Pemberontakan G-30-S/PKI melahirkan krisis politik hebat yang menyebabkan penolakan MPR atas pertanggungjawabannya. Sebaliknya MPR mengangkat Soeharto sebagai Pejabat Presiden. Kesehatannya terus memburuk, yang pada hari Minggu, 21 Juni 1970 ia meninggal dunia di RSPAD. Ia disemayamkan di Wisma Yaso, Jakarta dan dimakamkan di Blitar, Jatim di dekat makam ibundanya, Ida Ayu Nyoman Rai. Pemerintah menganugerahkannya sebagai “Pahlawan Proklamasi”

Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno yang biasa dipanggil Bung Karno, lahir di Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901 dan meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970. Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya Ida Ayu Nyoman Rai. Semasa hidupnya, beliau mempunyai tiga istri dan dikaruniai delapan anak. Dari istri Fatmawati mempunyai anak Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati dan Guruh. Dari istri Hartini mempunyai Taufan dan Bayu, sedangkan dari istri Ratna Sari Dewi, wanita turunan Jepang bernama asli Naoko Nemoto mempunyai anak Kartika.. Masa kecil Soekarno hanya beberapa tahun hidup bersama orang tuanya di Blitar. Semasa SD hingga tamat, beliau tinggal di Surabaya, indekos di rumah Haji Oemar Said Tokroaminoto, politisi kawakan pendiri Syarikat Islam. Kemudian melanjutkan sekolah di HBS (Hoogere Burger School). Saat belajar di HBS itu, Soekarno telah menggembleng jiwa nasionalismenya. Selepas lulus HBS tahun 1920, pindah ke Bandung dan melanjut ke THS (Technische Hoogeschool atau sekolah Tekhnik Tinggi yang sekarang menjadi ITB). Ia berhasil meraih gelar “Ir” pada 25 Mei 1926.
Kemudian, beliau merumuskan ajaran Marhaenisme dan mendirikan PNI (Partai Nasional lndonesia) pada 4 Juli 1927, dengan tujuan Indonesia Merdeka. Akibatnya, Belanda, memasukkannya ke penjara Sukamiskin, Bandung pada 29 Desember 1929. Delapan bulan kemudian baru disidangkan. Dalam pembelaannya berjudul Indonesia Menggugat, beliau menunjukkan kemurtadan Belanda, bangsa yang mengaku lebih maju itu.
Pembelaannya itu membuat Belanda makin marah. Sehingga pada Juli 1930, PNI pun dibubarkan. Setelah bebas pada tahun 1931, Soekarno bergabung dengan Partindo dan sekaligus memimpinnya. Akibatnya, beliau kembali ditangkap Belanda dan dibuang ke Ende, Flores, tahun 1933. Empat tahun kemudian dipindahkan ke Bengkulu.
Setelah melalui perjuangan yang cukup panjang, Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Dalam sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Ir.Soekarno mengemukakan gagasan tentang dasar negara yang disebutnya Pancasila. Tanggal 17 Agustus 1945, Ir Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Dalam sidang PPKI, 18 Agustus 1945 Ir.Soekarno terpilih secara aklamasi sebagai Presiden Republik Indonesia yang pertama.
Sebelumnya, beliau juga berhasil merumuskan Pancasila yang kemudian menjadi dasar (ideologi) Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beliau berupaya mempersatukan nusantara. Bahkan Soekarno berusaha menghimpun bangsa-bangsa di Asia, Afrika, dan Amerika Latin dengan Konferensi Asia Afrika di Bandung pada 1955 yang kemudian berkembang menjadi Gerakan Non Blok.
Pemberontakan G-30-S/PKI melahirkan krisis politik hebat yang menyebabkan penolakan MPR atas pertanggungjawabannya. Sebaliknya MPR mengangkat Soeharto sebagai Pejabat Presiden. Kesehatannya terus memburuk, yang pada hari Minggu, 21 Juni 1970 ia meninggal dunia di RSPAD. Ia disemayamkan di Wisma Yaso, Jakarta dan dimakamkan di Blitar, Jatim di dekat makam ibundanya, Ida Ayu Nyoman Rai. Pemerintah menganugerahkannya sebagai “Pahlawan Proklamasi”
Presiden Kedua, Soeharto  (1966-1998)

Soeharto adalah Presiden kedua Republik Indonesia. Beliau lahir di Kemusuk, Yogyakarta, tanggal 8 Juni 1921. Bapaknya bernama Kertosudiro seorang petani yang juga sebagai pembantu lurah dalam pengairan sawah desa, sedangkan ibunya bernama Sukirah.

Soeharto adalah Presiden kedua Republik Indonesia. Beliau lahir di Kemusuk, Yogyakarta, tanggal 8 Juni 1921. Bapaknya bernama Kertosudiro seorang petani yang juga sebagai pembantu lurah dalam pengairan sawah desa, sedangkan ibunya bernama Sukirah.
Soeharto masuk sekolah tatkala  berusia  delapan tahun, tetapi sering pindah. Semula disekolahkan di  Sekolah  Desa (SD) Puluhan, Godean. Lalu pindah ke SD Pedes, lantaran  ibunya dan  suaminya, Pak Pramono pindah rumah, ke Kemusuk Kidul. Namun,  Pak  Kertosudiro lantas memindahkannya ke Wuryantoro. Soeharto dititipkan  di  rumah adik perempuannya yang menikah dengan Prawirowihardjo, seorang   mantri tani.
Sampai akhirnya terpilih menjadi  prajurit  teladan di Sekolah Bintara, Gombong, Jawa Tengah pada tahun  1941. Beliau  resmi menjadi anggota TNI pada 5 Oktober 1945. Pada tahun  1947,  Soeharto menikah dengan Siti Hartinah seorang anak pegawai   Mangkunegaran.
Perkimpoian Letkol Soeharto dan Siti  Hartinah  dilangsungkan tanggal 26 Desember 1947 di Solo. Waktu itu usia  Soeharto  26 tahun dan Hartinah 24 tahun. Mereka dikaruniai enam putra  dan putri;  Siti Hardiyanti Hastuti, Sigit Harjojudanto, Bambang  Trihatmodjo, Siti  Hediati Herijadi, Hutomo Mandala Putra dan Siti  Hutami Endang  Adiningsih.
Jenderal Besar H.M. Soeharto telah  menapaki  perjalanan panjang di dalam karir militer dan politiknya. Di   kemiliteran, Pak Harto memulainya dari pangkat sersan tentara KNIL,   kemudian komandan PETA, komandan resimen dengan pangkat Mayor dan   komandan batalyon berpangkat Letnan Kolonel.
Pada tahun 1949, dia  berhasil memimpin  pasukannya merebut kembali kota Yogyakarta dari  tangan penjajah Belanda  saat itu. Beliau juga pernah menjadi Pengawal  Panglima Besar Sudirman.  Selain itu juga pernah menjadi Panglima Mandala  (pembebasan Irian  Barat).
Tanggal 1 Oktober 1965, meletus   G-30-S/PKI. Soeharto mengambil alih pimpinan Angkatan Darat. Selain   dikukuhkan sebagai Pangad, Jenderal Soeharto ditunjuk sebagai   Pangkopkamtib oleh Presiden Soekarno. Bulan Maret 1966, Jenderal   Soeharto menerima Surat Perintah 11 Maret dari Presiden Soekarno.   Tugasnya, mengembalikan keamanan dan ketertiban serta mengamankan   ajaran-ajaran Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno.
Karena situasi  politik yang memburuk  setelah meletusnya G-30-S/PKI, Sidang Istimewa  MPRS, Maret 1967,  menunjuk Pak Harto sebagai Pejabat Presiden,  dikukuhkan selaku Presiden  RI Kedua, Maret 1968. Pak Harto memerintah  lebih dari tiga dasa warsa  lewat enam kali Pemilu, sampai ia  mengundurkan diri, 21 Mei 1998.
residen RI Kedua HM Soeharto  wafat pada  pukul 13.10 WIB Minggu, 27 Januari 2008. Jenderal Besar yang  oleh MPR  dianugerahi penghormatan sebagai Bapak Pembangunan Nasional,  itu  meninggal dalam usia 87 tahun setelah dirawat selama 24 hari (sejak 4   sampai 27 Januari 2008) di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), Jakarta.
Berita  wafatnya Pak Harto pertama kali  diinformasikan Kapolsek Kebayoran Baru,  Kompol. Dicky Sonandi, di  Jakarta, Minggu (27/1). Kemudian secara resmi  Tim Dokter Kepresidenan  menyampaikan siaran pers tentang wafatnya Pak  Harto tepat pukul 13.10  WIB Minggu, 27 Januari 2008 di RSPP Jakarta  akibat kegagalan multi  organ.
Kemudian sekira pukul 14.40,  jenazah  mantan Presiden Soeharto diberangkatkan dari RSPP menuju  kediaman di  Jalan Cendana nomor 8, Menteng, Jakarta. Ambulan yang  mengusung jenazah  Pak Harto diiringi sejumlah kendaraan keluarga dan  kerabat serta  pengawal. Sejumlah wartawan merangsek mendekat ketika  iring-iringan  kendaraan itu bergerak menuju Jalan Cendana, mengakibatkan  seorang  wartawati televisi tertabrak.
Di sepanjang jalan Tanjung  dan Jalan  Cendana ribuan masyarakat menyambut kedatangan iringan  kendaraan yang  membawa jenazah Pak Harto. Isak tangis warga pecah begitu  rangkaian  kendaraan yang membawa jenazah mantan Presiden Soeharto  memasuki Jalan  Cendana, sekira pukul 14.55, Minggu (27/1).
Seementara  itu, Presiden RI Susilo  Bambang Yudhoyono didampingi Wakil Presiden  Jusuf Kalla dan sejumlah  menteri yang tengah mengikuti rapat kabinet  terbatas tentang ketahanan  pangan, menyempatkan mengadakan jumpa pers  selama 3 menit dan 28 detik  di Kantor Presiden, Jakarta, Minggu (27/1).  Presiden menyampaikan  belasungkawa yang mendalam atas wafatnya mantan  Presiden RI Kedua Haji  Muhammad Soeharto.
Presiden Ketiga, Habibie  (1998-1999)


Presiden  ketiga Republik Indonesia,  Bacharuddin Jusuf Habibie lahir di  Pare-Pare, Sulawesi Selatan, pada 25  Juni 1936. Beliau merupakan anak  keempat dari delapan bersaudara,  pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan  RA. Tuti Marini Puspowardojo.  Habibie yang menikah dengan Hasri Ainun  Habibie pada tanggal 12 Mei  1962 ini dikaruniai dua orang putra yaitu  Ilham Akbar dan Thareq Kemal.
Masa kecil Habibie dilalui bersama   saudara-saudaranya di Pare-Pare, Sulawesi Selatan. Sifat tegas berpegang   pada prinsip telah ditunjukkan Habibie sejak kanak-kanak. Habibie yang   punya kegemaran menunggang kuda ini, harus kehilangan bapaknya yang   meninggal dunia pada 3 September 1950 karena terkena serangan  jantung.  Tak lama setelah bapaknya meninggal, Habibie pindah ke  Bandung untuk  menuntut ilmu di Gouvernments Middlebare School. Di SMA,  beliau mulai  tampak menonjol prestasinya, terutama dalam  pelajaran-pelajaran eksakta.  Habibie menjadi sosok favorit di  sekolahnya.
Setelah tamat SMA  di bandung tahun  1954, beliau masuk Universitas Indonesia di Bandung  (Sekarang ITB).  Beliau mendapat gelar Diploma dari Technische  Hochschule, Jerman tahun  1960 yang kemudian mendapatkan gekar Doktor  dari tempat yang sama tahun  1965. Habibie menikah tahun 1962, dan  dikaruniai dua orang anak. Tahun  1967, menjadi Profesor kehormatan (Guru  Besar) pada Institut Teknologi  Bandung.
Langkah-langkah Habibie  banyak  dikagumi, penuh kontroversi, banyak pengagum namun tak sedikit  pula  yang tak sependapat dengannya. Setiap kali, peraih penghargaan   bergengsi Theodore van Karman Award, itu kembali dari “habitat”-nya   Jerman, beliau selalu menjadi berita. Habibie hanya setahun kuliah di   ITB Bandung, 10 tahun kuliah hingga meraih gelar doktor konstruksi   pesawat terbang di Jerman dengan predikat Summa Cum laude. Lalu bekerja   di industri pesawat terbang terkemuka MBB Gmbh Jerman, sebelum memenuhi   panggilan Presiden Soeharto untuk kembali ke Indonesia.
Di  Indonesia, Habibie 20 tahun menjabat  Menteri Negara Ristek/Kepala BPPT,  memimpin 10 perusahaan BUMN  Industri Strategis, dipilih MPR menjadi  Wakil Presiden RI, dan disumpah  oleh Ketua Mahkamah Agung menjadi  Presiden RI menggantikan Soeharto.  Soeharto menyerahkan jabatan presiden  itu kepada Habibie berdasarkan  Pasal 8 UUD 1945. Sampai akhirnya  Habibie dipaksa pula lengser akibat  refrendum Timor Timur yang memilih  merdeka. Pidato  Pertanggungjawabannya ditolak MPR RI. Beliau pun kembali  menjadi warga  negara biasa, kembali pula hijrah bermukim ke Jerman.
Sebagian Karya beliau dalam menghitung  dan mendesain beberapa proyek pembuatan pesawat terbang :
* VTOL ( Vertical Take Off & Landing ) Pesawat Angkut DO-31.
* Pesawat Angkut Militer TRANSALL C-130.
* Hansa Jet 320 ( Pesawat Eksekutif ).
* Airbus A-300 ( untuk 300 penumpang )
* CN – 235
* N-250
* dan secara tidak langsung turut berpartisipasi dalam menghitung dan mendesain:
• Helikopter BO-105.
• Multi Role Combat Aircraft (MRCA).
• Beberapa proyek rudal dan satelit.
* VTOL ( Vertical Take Off & Landing ) Pesawat Angkut DO-31.
* Pesawat Angkut Militer TRANSALL C-130.
* Hansa Jet 320 ( Pesawat Eksekutif ).
* Airbus A-300 ( untuk 300 penumpang )
* CN – 235
* N-250
* dan secara tidak langsung turut berpartisipasi dalam menghitung dan mendesain:
• Helikopter BO-105.
• Multi Role Combat Aircraft (MRCA).
• Beberapa proyek rudal dan satelit.
Sebagian Tanda Jasa/Kehormatannya :
* 1976 – 1998 Direktur Utama PT. Industri Pesawat Terbang Nusantara/ IPTN.
* 1978 – 1998 Menteri Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia.
* Ketua Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi / BPPT
* 1978 – 1998 Direktur Utama PT. PAL Indonesia (Persero).
* 1978 – 1998 Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam/ Opdip Batam.
* 1980 – 1998 Ketua Tim Pengembangan Industri Pertahanan Keamanan (Keppres No. 40, 1980)
* 1983 – 1998 Direktur Utama, PT Pindad (Persero).
* 1988 – 1998 Wakil Ketua Dewan Pembina Industri Strategis.
* 1989 – 1998 Ketua Badan Pengelola Industri Strategis/ BPIS.
* 1990 – 1998 Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim se-lndonesia/lCMI.
* 1993 Koordinator Presidium Harian, Dewan Pembina Golkar.
* 10 Maret – 20 Mei 1998 Wakil Presiden Republik Indonesia
* 21 Mei 1998 – Oktober 1999 Presiden Republik IndonesiaPresiden Keempat, Abdurrahman Wahid (1999-2001)

Gus Dur adalah putra pertama dari enam bersaudara yang dilahirkan di Denanyar Jombang Jawa Timur pada tanggal 4 Agustus 1940. Secara genetik Gus Dur adalah keturunan “darah biru”. Ayahnya, K.H. Wahid Hasyim adalah putra K.H. Hasyim Asy’ari, pendiri jam’iyah Nahdlatul Ulama (NU)-organisasi massa Islam terbesar di Indonesia-dan pendiri Pesantren Tebu Ireng Jombang. Ibundanya, Ny. Hj. Sholehah adalah putri pendiri Pesantren Denanyar Jombang, K.H. Bisri Syamsuri. Kakek dari pihak ibunya ini juga merupakan tokoh NU, yang menjadi Rais ‘Aam PBNU setelah K.H. Abdul Wahab Hasbullah. Dengan demikian, Gus Dur merupakan cucu dari dua ulama NU sekaligus, dan dua tokoh bangsa Indonesia.
* 1976 – 1998 Direktur Utama PT. Industri Pesawat Terbang Nusantara/ IPTN.
* 1978 – 1998 Menteri Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia.
* Ketua Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi / BPPT
* 1978 – 1998 Direktur Utama PT. PAL Indonesia (Persero).
* 1978 – 1998 Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam/ Opdip Batam.
* 1980 – 1998 Ketua Tim Pengembangan Industri Pertahanan Keamanan (Keppres No. 40, 1980)
* 1983 – 1998 Direktur Utama, PT Pindad (Persero).
* 1988 – 1998 Wakil Ketua Dewan Pembina Industri Strategis.
* 1989 – 1998 Ketua Badan Pengelola Industri Strategis/ BPIS.
* 1990 – 1998 Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim se-lndonesia/lCMI.
* 1993 Koordinator Presidium Harian, Dewan Pembina Golkar.
* 10 Maret – 20 Mei 1998 Wakil Presiden Republik Indonesia
* 21 Mei 1998 – Oktober 1999 Presiden Republik IndonesiaPresiden Keempat, Abdurrahman Wahid (1999-2001)

Gus Dur adalah putra pertama dari enam bersaudara yang dilahirkan di Denanyar Jombang Jawa Timur pada tanggal 4 Agustus 1940. Secara genetik Gus Dur adalah keturunan “darah biru”. Ayahnya, K.H. Wahid Hasyim adalah putra K.H. Hasyim Asy’ari, pendiri jam’iyah Nahdlatul Ulama (NU)-organisasi massa Islam terbesar di Indonesia-dan pendiri Pesantren Tebu Ireng Jombang. Ibundanya, Ny. Hj. Sholehah adalah putri pendiri Pesantren Denanyar Jombang, K.H. Bisri Syamsuri. Kakek dari pihak ibunya ini juga merupakan tokoh NU, yang menjadi Rais ‘Aam PBNU setelah K.H. Abdul Wahab Hasbullah. Dengan demikian, Gus Dur merupakan cucu dari dua ulama NU sekaligus, dan dua tokoh bangsa Indonesia.
Pada tahun  1949, ketika clash dengan  pemerintahan Belanda telah berakhir, ayahnya  diangkat sebagai Menteri  Agama pertama, sehingga keluarga Wahid Hasyim  pindah ke Jakarta. Dengan  demikian suasana baru telah dimasukinya.  Tamu-tamu, yang terdiri dari  para tokoh-dengan berbagai bidang  profesi-yang sebelumnya telah  dijumpai di rumah kakeknya, terus  berlanjut ketika ayahnya menjadi  Menteri agama. Hal ini memberikan  pengalaman tersendiri bagi seorang  anak bernama Abdurrahman Wahid.  Secara tidak langsung, Gus Dur juga  mulai berkenalan dengan dunia  politik yang didengar dari kolega ayahnya  yang sering mangkal di  rumahnya.
Sejak masa kanak-kanak, ibunya telah  ditandai berbagai  isyarat bahwa Gus Dur akan mengalami garis hidup yang  berbeda dan  memiliki kesadaran penuh akan tanggung jawab terhadap NU.  Pada bulan  April 1953, Gus Dur pergi bersama ayahnya mengendarai mobil  ke daerah  Jawa Barat untuk meresmikan madrasah baru. Di suatu tempat di  sepanjang  pegunungan antara Cimahi dan Bandung, mobilnya mengalami  kecelakaan. Gus  Dur bisa diselamatkan, akan tetapi ayahnya meninggal.  Kematian ayahnya  membawa pengaruh tersendiri dalam kehidupannya.
Dalam  kesehariannya, Gus Dur mempunyai  kegemaran membaca dan rajin  memanfaatkan perpustakaan pribadi ayahnya.  Selain itu ia juga aktif  berkunjung keperpustakaan umum di Jakarta.  Pada usia belasan tahun Gus  Dur telah akrab dengan berbagai majalah,  surat kabar, novel dan  buku-buku yang agak serius. Karya-karya yang  dibaca oleh Gus Dur tidak  hanya cerita-cerita, utamanya cerita silat  dan fiksi, akan tetapi wacana  tentang filsafat dan dokumen-dokumen  manca negara tidak luput dari  perhatianya. Di samping membaca, tokoh  satu ini senang pula bermain  bola, catur dan musik. Dengan demikian,  tidak heran jika Gus Dur pernah  diminta untuk menjadi komentator sepak  bola di televisi. Kegemaran  lainnya, yang ikut juga melengkapi hobinya  adalah menonton bioskop.  Kegemarannya ini menimbulkan apresiasi yang  mendalam dalam dunia film.  Inilah sebabnya mengapa Gu Dur pada tahun  1986-1987 diangkat sebagai  ketua juri Festival Film Indonesia.
Masa remaja Gus Dur sebagian  besar  dihabiskan di Yogyakarta dan Tegalrejo. Di dua tempat inilah   pengembangan ilmu pengetahuan  mulai meningkat. Masa berikutnya, Gus Dur  tinggal di Jombang, di  pesantren Tambak Beras, sampai kemudian  melanjutkan studinya di Mesir.  Sebelum berangkat ke Mesir, pamannya  telah melamarkan seorang gadis  untuknya, yaitu Sinta Nuriyah anak Haji  Muh. Sakur. Perkimpoiannya  dilaksanakan ketika ia berada di Mesir.
Pengalaman Pendidikan
Pertama  kali belajar, Gus Dur kecil  belajar pada sang kakek, K.H. Hasyim  Asy’ari. Saat serumah dengan  kakeknya, ia diajari mengaji dan membaca  al-Qur’an. Dalam usia lima  tahun ia telah lancar membaca al-Qur’an. Pada  saat sang ayah pindah ke  Jakarta, di samping belajar formal di sekolah,  Gus Dur masuk juga  mengikuti les privat Bahasa Belanda. Guru lesnya  bernama Willem Buhl,  seorang Jerman yang telah masuk Islam, yang  mengganti namanya dengan  Iskandar. Untuk menambah pelajaran Bahasa  Belanda tersebut, Buhl selalu  menyajikan musik klasik yang biasa  dinikmati oleh orang dewasa. Inilah  pertama kali persentuhan Gu Dur  dengan dunia Barat dan dari sini pula  Gus Dur mulai tertarik dan  mencintai musik klasik.
Setelah lulus dari Sekolah Dasar, Gus  Dur  dikirim orang tuanya untuk belajar di Yogyakarta. Pada tahun 1953  ia  masuk SMEP (Sekolah Menengah Ekonomi Pertama) Gowongan, sambil  mondok di  pesantren Krapyak. Sekolah ini meskipun dikelola oleh Gereja  Katolik  Roma, akan tetapi sepenuhnya menggunakan kurikulum sekuler. Di  sekolah  ini pula pertama kali Gus Dur belajar Bahasa Inggris. Karena  merasa  terkekang hidup dalam dunia pesantren, akhirnya ia minta pindah  ke kota  dan tinggal di rumah Haji Junaidi, seorang pimpinan lokal  Muhammadiyah  dan orang yang berpengaruh di SMEP. Kegiatan rutinnya,  setelah shalat  subuh mengaji pada K.H. Ma’shum Krapyak, siang hari  sekolah di SMEP, dan  pada malam hari ia ikut berdiskusi bersama dengan  Haji Junaidi dan  anggota Muhammadiyah lainnya.
Setamat dari SMEP Gus Dur  melanjutkan  belajarnya di Pesantren Tegarejo Magelang Jawa Tengah.  Pesantren ini  diasuh oleh K.H. Chudhari, sosok kyai yang humanis, saleh  dan guru  dicintai. Kyai Chudhari inilah yang memperkenalkan Gus Dur  dengan  ritus-ritus sufi dan menanamkan praktek-praktek ritual mistik. Di  bawah  bimbingan kyai ini pula, Gus Dur mulai mengadakan ziarah ke   kuburan-kuburan keramat para wali di Jawa. Pada saat masuk ke pesantren   ini, Gus Dur membawa seluruh koleksi buku-bukunya, yang membuat   santri-santri lain terheran-heran. Pada saat ini pula Gus Dur telah   mampu menunjukkan kemampuannya dalam berhumor dan berbicara. Dalam   kaitan dengan yang terakhir ini ada sebuah kisah menarik yang patut   diungkap dalam paparan ini adalah pada acara imtihan-pesta akbar yang   diselenggarakan sebelum puasa pada saat perpisahan santri yang selesai   menamatkan belajar-dengan menyediakan makanan dan minuman dan   mendatangkan semua hiburan rakyat, seperti: Gamelan, tarian tradisional,   kuda lumping, jathilan, dan sebagainya. Jelas, hiburan-hiburan seperti   tersebut di atas sangat tabu bagi dunia pesantren pada umumnya. Akan   tetapi itu ada dan terjadi di Pesantren Tegalrejo.
Setelah  menghabiskan dua tahun di  pesantren Tegalrejo, Gus Dur pindah kembali ke  Jombang, dan tinggal di  Pesantren Tambak Beras. Saat itu usianya  mendekati 20 tahun, sehingga  di pesantren milik pamannya, K.H. Abdul  Fatah, ia menjadi seorang  ustadz, dan menjadi ketua keamanan. Pada usia  22 tahun, Gus Dur  berangkat ke tanah suci, untuk menunaikan ibadah haji,  yang kemudian  diteruskan ke Mesir untuk melanjutkan studi di  Universitas al-Azhar.  Pertama kali sampai di Mesir, ia merasa kecewa  karena tidak dapat  langsung masuk dalam Universitas al-Azhar, akan  tetapi harus masuk  Aliyah (semacam sekolah persiapan). Di sekolah ia  merasa bosan, karena  harus mengulang mata pelajaran yang telah  ditempuhnya di Indonesia.  Untuk menghilangkan kebosanan, Gus Dur sering  mengunjungi perpustakaan  dan pusat layanan informasi Amerika (USIS) dan  toko-toko buku dimana ia  dapat memperoleh buku-buku yang dikehendaki.
Meski  demikian, semangat belajar Gus  Dur tidak surut. Buktinya pada tahun  1979 Gus Dur ditawari untuk  belajar ke sebuah universitas di Australia  guna mendapatkkan gelar  doktor. Akan tetapi maksud yang baik itu tidak  dapat dipenuhi, sebab  semua promotor tidak sanggup, dan menggangap bahwa  Gus Dur tidak  membutuhkan gelar tersebut.
Perjalanan Karir
Sepulang  dari pegembaraanya mencari  ilmu, Gus Dur kembali ke Jombang dan memilih  menjadi guru. Pada tahun  1971, tokoh muda ini bergabung di Fakultas  Ushuludin Universitas Tebu  Ireng Jombang. Tiga tahun kemudian ia menjadi  sekretaris Pesantren Tebu  Ireng, dan pada tahun yang sama Gus Dur mulai  menjadi penulis. Ia  kembali menekuni bakatnya sebagaii penulis dan  kolumnis. Lewat  tulisan-tulisan tersebut gagasan pemikiran Gus Dur mulai  mendapat  perhatian banyak. Djohan Efendi, seorang intelektual terkemuka  pada  masanya, menilai bahwa Gus Dur adalah seorang pencerna, mencerna  semua  pemikiran yang dibacanya, kemudian diserap menjadi pemikirannya   tersendiri.
Pada tahun 1974 Gus Dur diminta  pamannya, K.H. Yusuf  Hasyim untuk membantu di Pesantren Tebu Ireng  Jombang dengan menjadi  sekretaris. Dari sini Gus Dur mulai sering  mendapatkan undangan menjadi  nara sumber pada sejumlah forum diskusi  keagamaan dan kepesantrenan,  baik di dalam maupun luar negeri.  Selanjutnya Gus Dur terlibat dalam  kegiatan LSM.
Pada tahun 1979 Gus Dur pindah ke  Jakarta.  Mula-mula ia merintis Pesantren Ciganjur. Sementara pada awal  tahun 1980  Gus Dur dipercaya sebagai wakil katib syuriah PBNU. Di sini  Gus Dur  terlibat dalam diskusi dan perdebatan yang serius mengenai  masalah  agama, sosial dan politik dengan berbagai kalangan lintas  agama, suku  dan disiplin. Gus Dur semakin serius menulis dan bergelut  dengan  dunianya, baik di lapangan kebudayaan, politik, maupun pemikiran   keislaman. Karier yang dianggap ‘menyimpang’-dalam kapasitasnya  sebagai  seorang tokoh agama sekaligus pengurus PBNU-dan mengundang  cibiran  adalah ketika menjadi ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) pada  tahunn  1983. Ia juga menjadi ketua juri dalam Festival Film Indonesia  (FFI)  tahun 1986, 1987.
Pada tahun 1984 Gus Dur dipilih secara  aklamasi  oleh sebuah tim ahl hall wa al-’aqdi yang diketuai K.H. As’ad  Syamsul  Arifin untuk menduduki jabatan ketua umum PBNU pada muktamar  ke-27 di  Situbondo. Jabatan tersebut kembali dikukuhkan pada muktamar  ke-28 di  pesantren Krapyak Yogyakarta (1989), dan muktamar di Cipasung  Jawa Barat  (1994). Jabatan ketua umum PBNU kemudian dilepas ketika Gus  Dur  menjabat presiden RI ke-4. Meskipun sudah menjadi presiden,   ke-nyleneh-an Gus Dur tidak hilang, bahkan semakin diketahui oleh   seluruh lapisan masyarakat. Dahulu, mungkin hanya masyarakat tertentu,   khususnya kalangan nahdliyin yang merasakan kontroversi gagasannya.   Sekarang seluruh bangsa Indonesia ikut memikirkan kontroversi gagasan   yang dilontarkan oleh K.H. Abdurrahman Wahid.
Presiden Kelima, Megawati (2001-2004)

Presiden Republik Indonesia ke-5, Megawati Soekarnoputri lahir di Yogyakarta, 23 Januari 1947. Sebelum diangkat sebagai presiden, beliau adalah Wakil Presiden RI yang ke-8 dibawah pemerintahan Abdurrahman Wahid. Megawati adalah putri sulung dari Presiden RI pertama yang juga proklamator, Soekarno dan Fatmawati. Megawati, pada awalnya menikah dengan pilot Letnan Satu Penerbang TNI AU, Surendro dan dikaruniai dua anak lelaki bernama Mohammad Prananda dan Mohammad Rizki Pratama.
Presiden Kelima, Megawati (2001-2004)

Presiden Republik Indonesia ke-5, Megawati Soekarnoputri lahir di Yogyakarta, 23 Januari 1947. Sebelum diangkat sebagai presiden, beliau adalah Wakil Presiden RI yang ke-8 dibawah pemerintahan Abdurrahman Wahid. Megawati adalah putri sulung dari Presiden RI pertama yang juga proklamator, Soekarno dan Fatmawati. Megawati, pada awalnya menikah dengan pilot Letnan Satu Penerbang TNI AU, Surendro dan dikaruniai dua anak lelaki bernama Mohammad Prananda dan Mohammad Rizki Pratama.
Pada suatu  tugas militer, tahun 1970,  di kawasan Indonesia Timur, pilot Surendro  bersama pesawat militernya  hilang dalam tugas. Derita tiada tara,  sementara anaknya masih kecil  dan bayi. Namun, derita itu tidak  berkepanjangan, tiga tahun kemudian  Mega menikah dengan pria bernama  Taufik Kiemas, asal Ogan Komiring Ulu,  Palembang. Kehidupan keluarganya  bertambah bahagia, dengan dikaruniai  seorang putri Puan Maharani.  Kehidupan masa kecil Megawati dilewatkan  di Istana Negara. Sejak masa  kanak-kanak, Megawati sudah lincah dan  suka main bola bersama saudaranya  Guntur. Sebagai anak gadis, Megawati  mempunyai hobi menari dan sering  ditunjukkan di hadapan tamu-tamu  negara yang berkunjung ke Istana.
Wanita  bernama lengkap Dyah Permata  Megawati Soekarnoputri ini memulai  pendidikannya, dari SD hingga SMA di  Perguruan Cikini, Jakarta.  Sementara, ia pernah belajar di dua  Universitas, yaitu Fakultas  Pertanian, Universitas Padjadjaran, Bandung  (1965-1967) dan Fakultas  Psikologi Universitas Indonesia (1970-1972).  Kendati lahir dari keluarga  politisi jempolan, Mbak Mega — panggilan  akrab para pendukungnya —  tidak terbilang piawai dalam dunia politik.  Bahkan, Megawati sempat  dipandang sebelah mata oleh teman dan lawan  politiknya. Beliau bahkan  dianggap sebagai pendatang baru dalam kancah  politik, yakni baru pada  tahun 1987. Saat itu Partai Demokrasi  Indonesia (PDI) menempatkannya  sebagai salah seorang calon legislatif  dari daerah pemilihan Jawa  Tengah, untuk mendongkrak suara.
Masuknya Megawati ke kancah  politik,  berarti beliau telah mengingkari kesepakatan keluarganya untuk  tidak  terjun ke dunia politik. Trauma politik keluarga itu ditabraknya.   Megawati tampil menjadi primadona dalam kampanye PDI, walau tergolong   tidak banyak bicara. Ternyata memang berhasil. Suara untuk PDI naik. Dan   beliau pun terpilih menjadi anggota DPR/MPR. Pada tahun itu pula   Megawati terpilih sebagai Ketua DPC PDI Jakarta Pusat.
Tetapi,  kehadiran Mega di gedung  DPR/MPR sepertinya tidak terasa. Tampaknya,  Megawati tahu bahwa beliau  masih di bawah tekanan. Selain memang  sifatnya pendiam, belaiu pun  memilih untuk tidak menonjol mengingat  kondisi politik saat itu. Maka  belaiu memilih lebih banyak melakukan  lobi-lobi politik di luar gedung  wakil rakyat tersebut. Lobi politiknya,  yang silent operation, itu  secara langsung atau tidak langsung, telah  memunculkan terbitnya  bintang Mega dalam dunia politik. Pada tahun 1993  dia terpilih menjadi  Ketua Umum DPP PDI. Hal ini sangat mengagetkan  pemerintah pada saat  itu.
Proses naiknya Mega ini merupakan   cerita menarik pula. Ketika itu, Konggres PDI di Medan berakhir tanpa   menghasilkan keputusan apa-apa. Pemerintah mendukung Budi Hardjono   menggantikan Soerjadi. Lantas, dilanjutkan dengan menyelenggarakan   Kongres Luar Biasa di Surabaya. Pada kongres ini, nama Mega muncul dan   secara telak mengungguli Budi Hardjono, kandidat yang didukung oleh   pemerintah itu. Mega terpilih sebagai Ketua Umum PDI. Kemudian status   Mega sebagai Ketua Umum PDI dikuatkan lagi oleh Musyawarah Nasional PDI   di Jakarta.
Namun pemerintah menolak dan  menganggapnya tidak sah.  Karena itu, dalam perjalanan berikutnya,  pemerintah mendukung kekuatan  mendongkel Mega sebagai Ketua Umum PDI.  Fatimah Ahmad cs, atas dukungan  pemerintah, menyelenggarakan Kongres  PDI di Medan pada tahun 1996, untuk  menaikkan kembali Soerjadi. Tetapi  Mega tidak mudah ditaklukkan. Karena  Mega dengan tegas menyatakan tidak  mengakui Kongres Medan. Mega teguh  menyatakan dirinya sebagai Ketua  Umum PDI yang sah. Kantor DPP PDI di  Jalan Diponegoro, sebagai simbol  keberadaan DPP yang sah, dikuasai oleh  pihak Mega. Para pendukung Mega  tidak mau surut satu langkah pun. Mereka  tetap berusaha mempertahankan  kantor itu.
Soerjadi yang didukung  pemerintah pun  memberi ancaman akan merebut secara paksa kantor DPP PDI  itu. Ancaman  itu kemudian menjadi kenyataan. Pagi, tanggal 27 Juli 1996  kelompok  Soerjadi benar-benar merebut kantor DPP PDI dari pendukung  Mega. Namun,  hal itu tidak menyurutkan langkah Mega. Malah, dia makin  memantap  langkah mengibarkan perlawanan. Tekanan politik yang amat  telanjang  terhadap Mega itu, menundang empati dan simpati dari  masyarakat luas.
Mega terus berjuang. PDI pun menjadi  dua. Yakni,  PDI pimpinan Megawati dan PDI pimpinan Soerjadi. Massa PDI  lebih  berpihak dan mengakui Mega. Tetapi, pemerintah mengakui Soerjadi  sebagai  Ketua Umum PDI yang sah. Akibatnya, PDI pimpinan Mega tidak  bisa ikut  Pemilu 1997. Setelah rezim Orde Baru tumbang, PDI Mega  berubah nama  menjadi PDI Perjuangan. Partai politik berlambang banteng  gemuk dan  bermulut putih itu berhasil memenangkan Pemilu 1999 dengan  meraih lebih  tiga puluh persen suara. Kemenangan PDIP itu menempatkan  Mega pada  posisi paling patut menjadi presiden dibanding kader partai  lainnya.  Tetapi ternyata pada SU-MPR 1999, Mega kalah.
Tetapi, posisi  kedua tersebut rupanya  sebuah tahapan untuk kemudian pada waktunya  memantapkan Mega pada  posisi sebagai orang nomor satu di negeri ini.  Sebab kurang dari dua  tahun, tepatnya tanggal 23 Juli 2001 anggota MPR  secara aklamasi  menempatkan Megawati duduk sebagai Presiden RI ke-5  menggantikan KH  Abdurrahman Wahid. Megawati menjadi presiden hingga 20  Oktober 2003.  Setelah habis masa jabatannya, Megawati kembali  mencalonkan diri  sebagai presiden dalam pemilihan presiden langsung  tahun 2004. Namun,  beliau gagal untuk kembali menjadi presiden setelah  kalah dari Susilo  Bambang Yudhoyono yang akhirnya menjadi Presiden RI  ke-6.
Presiden Keenam, Soesilo Bambang Yudhoyono (2004-2014)

Susilo Bambang Yudhoyono adalah presiden RI ke-6. Berbeda dengan presiden sebelumnya, beliau merupakan presiden pertama yang dipilih secara langsung oleh rakyat dalam proses Pemilu Presiden putaran II 20 September 2004. Lulusan terbaik AKABRI (1973) yang akrab disapa SBY ini lahir di Pacitan, Jawa Timur 9 September 1949. Istrinya bernama Kristiani Herawati, merupakan putri ketiga almarhum Jenderal (Purn) Sarwo Edhi Wibowo.
Presiden Keenam, Soesilo Bambang Yudhoyono (2004-2014)

Susilo Bambang Yudhoyono adalah presiden RI ke-6. Berbeda dengan presiden sebelumnya, beliau merupakan presiden pertama yang dipilih secara langsung oleh rakyat dalam proses Pemilu Presiden putaran II 20 September 2004. Lulusan terbaik AKABRI (1973) yang akrab disapa SBY ini lahir di Pacitan, Jawa Timur 9 September 1949. Istrinya bernama Kristiani Herawati, merupakan putri ketiga almarhum Jenderal (Purn) Sarwo Edhi Wibowo.
Pensiunan jenderal berbintang empat ini  adalah  anak tunggal dari pasangan R. Soekotjo dan Sitti Habibah. Darah   prajurit menurun dari ayahnya yang pensiun sebagai Letnan Satu.   Sementara ibunya, Sitti Habibah, putri salah seorang pendiri Ponpes   Tremas. Beliau dikaruniai dua orang putra yakni Agus Harimurti Yudhoyono   (mengikuti dan menyamai jejak dan prestasi SBY, lulus dari Akmil tahun   2000 dengan meraih penghargaan Bintang Adhi Makayasa) dan Edhie  Baskoro  Yudhoyono (lulusan terbaik SMA Taruna Nusantara, Magelang yang  kemudian  menekuni ilmu ekonomi).
Pendidikan SR adalah pijakan masa depan   paling menentukan dalam diri SBY. Ketika duduk di bangku kelas lima,   beliau untuk pertamakali kenal dan akrab dengan nama Akademi Militer   Nasional (AMN), Magelang, Jawa Tengah. Di kemudian hari AMN berubah nama   menjadi Akabri. SBY masuk SMP Negeri Pacitan, terletak di selatan   alun-alun. Ini adalah sekolah idola bagi anak-anak Kota Pacitan.   Mewarisi sikap ayahnya yang berdisiplin keras, SBY berjuang untuk   mewujudkan cita-cita masa kecilnya menjadi tentara dengan masuk Akademi   Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri) setelah lulus SMA akhir   tahun 1968. Namun, lantaran terlambat mendaftar, SBY tidak langsung   masuk Akabri. Maka SBY pun sempat menjadi mahasiswa Teknik Mesin   Institut 10 November Surabaya (ITS).
Namun kemudian, SBY justru  memilih  masuk Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Pertama (PGSLP) di  Malang, Jawa  Timur. Sewaktu belajar di PGSLP Malang itu, beliau  mempersiapkan diri  untuk masuk Akabri. Tahun 1970, akhirnya masuk Akabri  di Magelang, Jawa  Tengah, setelah lulus ujian penerimaan akhir di  Bandung. SBY satu  angkatan dengan Agus Wirahadikusumah, Ryamizard  Ryacudu, dan Prabowo  Subianto. Semasa pendidikan, SBY yang mendapat  julukan Jerapah, sangat  menonjol. Terbukti, belaiu meraih predikat  lulusan terbaik Akabri 1973  dengan menerima penghargaan lencana Adhi  Makasaya.
Pendidikan militernya dilanjutkan di  Airborne and  Ranger Course di Fort Benning, Georgia, AS (1976),  Infantry Officer  Advanced Course di Fort Benning, Georgia, AS  (1982-1983) dengan meraih  honor graduate, Jungle Warfare Training di  Panama (1983), Anti Tank  Weapon Course di Belgia dan Jerman (1984),  Kursus Komandan Batalyon di  Bandung (1985), Seskoad di Bandung  (1988-1989) dan Command and General  Staff College di Fort Leavenworth,  Kansas, AS (1990-1991). Gelar MA  diperoleh dari Webster University AS.  Perjalanan karier militernya,  dimulai dengan memangku jabatan sebagai  Dan Tonpan Yonif Linud 330  Kostrad (Komandan Peleton III di Kompi  Senapan A, Batalyon Infantri  Lintas Udara 330/Tri Dharma, Kostrad)  tahun 1974-1976, membawahi  langsung sekitar 30 prajurit.
Batalyon Linud 330 merupakan salah  satu  dari tiga batalyon di Brigade Infantri Lintas Udara 17 Kujang   I/Kostrad, yang memiliki nama harum dalam berbagai operasi militer.   Ketiga batalyon itu ialah Batalyon Infantri Lintas Udara 330/Tri Dharma,   Batalyon Infantri Lintas Udara 328/Dirgahayu, dan Batalyon Infantri   Lintas Udara 305/Tengkorak. Kefasihan berbahasa Inggris, membuatnya   terpilih mengikuti pendidikan lintas udara (airborne) dan pendidikan   pasukan komando (ranger) di Pusat Pendidikan Angkatan Darat Amerika   Serikat, Ford Benning, Georgia, 1975. Kemudian sekembali ke tanah air,   SBY memangku jabatan Komandan Peleton II Kompi A Batalyon Linud   305/Tengkorak (Dan Tonpan Yonif 305 Kostrad) tahun 1976-1977. Beliau pun   memimpin Pleton ini bertempur di Timor Timur.
Sepulang dari  Timor Timur, SBY menjadi  Komandan Peleton Mortir 81 Yonif Linud 330  Kostrad (1977). Setelah itu,  beliau ditempatkan sebagai Pasi-2/Ops  Mabrigif Linud 17 Kujang I  Kostrad (1977-1978), Dan Kipan Yonif Linud  330 Kostrad (1979-1981), dan  Paban Muda Sops SUAD (1981-1982). Ketika  bertugas di Mabes TNI-AD, itu  SBY kembali mendapat kesempatan sekolah ke  Amerika Serikat. Dari tahun  1982 hingga 1983, beliau mengikuti Infantry  Officer Advanced Course,  Fort Benning, AS, 1982-1983 sekaligus praktek  kerja-On the job training  di 82-nd Airbone Division, Fort Bragg, AS,  1983. Kemudian mengikuti  Jungle Warfare School, Panama, 1983 dan  Antitank Weapon Course di  Belgia dan Jerman, 1984, serta Kursus Komando  Batalyon, 1985. Pada saat  bersamaan SBY menjabat Komandan Sekolah  Pelatih Infanteri (1983-1985)
Lalu beliau dipercaya menjabat Dan   Yonif 744 Dam IX/Udayana (1986-1988) dan Paban Madyalat Sops Dam   IX/Udayana (1988), sebelum mengikuti pendidikan di Sekolah Staf dan   Komando TNI-AD (Seskoad) di Bandung dan keluar sebagai lulusan terbaik   Seskoad 1989. SBY pun sempat menjadi Dosen Seskoad (1989-1992), dan   ditempatkan di Dinas Penerangan TNI-AD (Dispenad) dengan tugas antara   lain membuat naskah pidato KSAD Jenderal Edi Sudradjat. Lalu ketika Edi   Sudradjat menjabat Panglima ABRI, beliau ditarik ke Mabes ABRI untuk   menjadi Koordinator Staf Pribadi (Korspri) Pangab Jenderal Edi Sudradjat   (1993).
Lalu, beliau kembali bertugas di satuan  tempur, diangkat  menjadi Komandan Brigade Infantri Lintas Udara (Dan  Brigif Linud) 17  Kujang I/Kostrad (1993-1994) bersama dengan Letkol  Riyamizard Ryacudu.  Kemudian menjabat Asops Kodam Jaya (1994-1995) dan  Danrem 072/Pamungkas  Kodam IV/Diponegoro (1995). Tak lama kemudian, SBY  dipercaya bertugas ke  Bosnia Herzegovina untuk menjadi perwira PBB  (1995). Beliau menjabat  sebagai Kepala Pengamat Militer PBB (Chief  Military Observer United  Nation Protection Force) yang bertugas  mengawasi genjatan senjata di  bekas negara Yugoslavia berdasarkan  kesepakatan Dayton, AS antara  Serbia, Kroasia dan Bosnia Herzegovina.  Setelah kembali dari Bosnia,  beliau diangkat menjadi Kepala Staf Kodam  Jaya (1996). Kemudian menjabat  Pangdam II/Sriwijaya (1996-1997)  sekaligus Ketua Bakorstanasda dan  Ketua Fraksi ABRI MPR (Sidang  Istimewa MPR 1998) sebelum menjabat Kepala  Staf Teritorial (Kaster)  ABRI (1998-1999).
Sementara, langkah  karir politiknya  dimulai tanggal 27 Januari 2000, saat memutuskan untuk  pensiun lebih  dini dari militer ketika dipercaya menjabat sebagai  Menteri  Pertambangan dan Energi pada pemerintahan Presiden KH  Abdurrahman  Wahid. Tak lama kemudian, SBY pun terpaksa meninggalkan  posisinya  sebagai Mentamben karena Gus Dur memintanya menjabat  Menkopolsoskam.  Pada tanggal 10 Agustus 2001, Presiden Megawati  mempercayai dan  melantiknya menjadi Menko Polkam Kabinet Gotong-Royong.  Tetapi pada 11  Maret 2004, beliau memilih mengundurkan diri dari jabatan  Menko Polkam.  Langkah pengunduran diri ini membuatnya lebih leluasa  menjalankan hak  politik yang akan mengantarkannya ke kursi puncak  kepemimpinan  nasional. Dan akhirnya, pada pemilu Presiden langsung  putaran kedua 20  September 2004, SBY yang berpasangan dengan Jusuf Kalla  meraih  kepercayaan mayoritas rakyat Indonesia dengan perolehan suara di  attas  60 persen. Dan pada tanggal 20 Oktober 2004 beliau dilantik  menjadi  Presiden RI ke-6.
Berikut ini data lengkap tentang  Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
Nama : Jenderal TNI (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono
Lahir : Pacitan, Jawa Timur, 9 September 1949
Agama : Islam
Jabatan : Presiden Republik Indonesia ke-6
Istri : Kristiani Herawati, putri ketiga (Alm) Jenderal (Purn) Sarwo Edhi Wibowo
Anak : Agus Harimurti Yudhoyono dan Edhie Baskoro Yudhoyono
Ayah : Letnan Satu (Peltu) R. Soekotji
Ibu : Sitti Habibah
Nama : Jenderal TNI (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono
Lahir : Pacitan, Jawa Timur, 9 September 1949
Agama : Islam
Jabatan : Presiden Republik Indonesia ke-6
Istri : Kristiani Herawati, putri ketiga (Alm) Jenderal (Purn) Sarwo Edhi Wibowo
Anak : Agus Harimurti Yudhoyono dan Edhie Baskoro Yudhoyono
Ayah : Letnan Satu (Peltu) R. Soekotji
Ibu : Sitti Habibah
Pendidikan :
* Akademi Angkatan Bersenjata RI (Akabri) tahun 1973
* American Language Course, Lackland, Texas AS, 1976
* Airbone and Ranger Course, Fort Benning , AS, 1976
* Infantry Officer Advanced Course, Fort Benning, AS, 1982-1983
* On the job training di 82-nd Airbone Division, Fort Bragg, AS, 1983
* Jungle Warfare School, Panama, 1983
* Antitank Weapon Course di Belgia dan Jerman, 1984
* Kursus Komando Batalyon, 1985
* Sekolah Komando Angkatan Darat, 1988-1989
* Command and General Staff College, Fort Leavenwort, Kansas, AS
* Master of Art (MA) dari Management Webster University, Missouri, AS
* Akademi Angkatan Bersenjata RI (Akabri) tahun 1973
* American Language Course, Lackland, Texas AS, 1976
* Airbone and Ranger Course, Fort Benning , AS, 1976
* Infantry Officer Advanced Course, Fort Benning, AS, 1982-1983
* On the job training di 82-nd Airbone Division, Fort Bragg, AS, 1983
* Jungle Warfare School, Panama, 1983
* Antitank Weapon Course di Belgia dan Jerman, 1984
* Kursus Komando Batalyon, 1985
* Sekolah Komando Angkatan Darat, 1988-1989
* Command and General Staff College, Fort Leavenwort, Kansas, AS
* Master of Art (MA) dari Management Webster University, Missouri, AS
Karier :
* Dan Tonpan Yonif Linud 330 Kostrad (1974-1976)
* Dan Tonpan Yonif 305 Kostrad (1976-1977)
* Dan Tn Mo 81 Yonif Linud 330 Kostrad (1977)
* Pasi-2/Ops Mabrigif Linud 17 Kujang I Kostrad (1977-1978)
* Dan Kipan Yonif Linud 330 Kostrad (1979-1981)
* Paban Muda Sops SUAD (1981-1982)
* Komandan Sekolah Pelatih Infanteri (1983-1985)
* Dan Yonif 744 Dam IX/Udayana (1986-1988)
* Paban Madyalat Sops Dam IX/Udayana (1988)
* Dosen Seskoad (1989-1992)
* Korspri Pangab (1993)
* Dan Brigif Linud 17 Kujang 1 Kostrad (1993-1994)
* Asops Kodam Jaya (1994-1995)
* Danrem 072/Pamungkas Kodam IV/Diponegoro (1995)
* Chief Military Observer United Nation Peace Forces (UNPF) di Bosnia-Herzegovina (sejak awal November 1995)
* Kasdam Jaya (1996-hanya lima bulan)
* Pangdam II/Sriwijaya (1996-) sekaligus Ketua Bakorstanasda
* Ketua Fraksi ABRI MPR (Sidang Istimewa MPR 1998)
* Kepala Staf Teritorial (Kaster ABRI (1998-1999)
* Mentamben (sejak 26 Oktober 1999)
* Menko Polsoskam (Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid)
* Menko Polkam (Pemerintahan Presiden Megawati Sukarnopotri) mengundurkan diri 11 Maret 2004
* Dan Tonpan Yonif Linud 330 Kostrad (1974-1976)
* Dan Tonpan Yonif 305 Kostrad (1976-1977)
* Dan Tn Mo 81 Yonif Linud 330 Kostrad (1977)
* Pasi-2/Ops Mabrigif Linud 17 Kujang I Kostrad (1977-1978)
* Dan Kipan Yonif Linud 330 Kostrad (1979-1981)
* Paban Muda Sops SUAD (1981-1982)
* Komandan Sekolah Pelatih Infanteri (1983-1985)
* Dan Yonif 744 Dam IX/Udayana (1986-1988)
* Paban Madyalat Sops Dam IX/Udayana (1988)
* Dosen Seskoad (1989-1992)
* Korspri Pangab (1993)
* Dan Brigif Linud 17 Kujang 1 Kostrad (1993-1994)
* Asops Kodam Jaya (1994-1995)
* Danrem 072/Pamungkas Kodam IV/Diponegoro (1995)
* Chief Military Observer United Nation Peace Forces (UNPF) di Bosnia-Herzegovina (sejak awal November 1995)
* Kasdam Jaya (1996-hanya lima bulan)
* Pangdam II/Sriwijaya (1996-) sekaligus Ketua Bakorstanasda
* Ketua Fraksi ABRI MPR (Sidang Istimewa MPR 1998)
* Kepala Staf Teritorial (Kaster ABRI (1998-1999)
* Mentamben (sejak 26 Oktober 1999)
* Menko Polsoskam (Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid)
* Menko Polkam (Pemerintahan Presiden Megawati Sukarnopotri) mengundurkan diri 11 Maret 2004
Alamat : Jl. Alternatif Cibubur Puri  Cikeas Indah No. 2 Desa Nagrag Kec. Gunung Putri Bogor 16967
0 komentar:
Posting Komentar